Friday 20 September 2013

Kooperatif Learning


                   KOOPERATIF LEARNING
BAB I
PENDAHULUAN


            Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses pada point C mengenai prinsip-prinsip penyusunan RPP menegaskan bahwa pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Penyusunan RPP dibutuhkan pemahaman berbagai model pembelajaran serta mampu mengintegrasikan dalam tahapan-tahapan pembelajaran sesuai dengan yang dipersyaratkan Permendiknas sebagai berikut.
1.  Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a.    menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses   pembelajaran;
b.   mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengait­kan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
c.    menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai;
d.   menyampaikan cakupan materi dan penjelasanuraian kegiatan sesuai  silabus.
2.   Kegiatan Inti
                  Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pem­belajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, me­motivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativi­tas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuai­kan dengan karakteristik peserta didik dan mata pela­jaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
a.  Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1)         melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan mendalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber;
2)          menggunakan beragam pendekatan pembela­jaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain;
3)         memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
4)         melibatkan peserta didik secara aktif dalam se­tiap kegiatan pembelajaran; dan
5)         memfasilitasi peserta didik melakukan per­cobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.
b.  Elaborasi
Dalarn kegiatan elaborasi, guru:
1)      membiasakan peserta didik membaca dan me­nulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna;
2)      memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memuncul­kan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
3)      memberi kesempatan untuk berpikir, menga­nalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;
4)      memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif can kolaboratif;
5)      memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;
6)      rnenfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan balk lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
7)   memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan r iasi; kerja individual maupun kelompok;
8)   memfasilitasi peserta didik melakukan pamer­an, turnamen, festival, serta produk yang diha­silkan;
9) memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa per­caya diri peserta didik.
c. Konfirmasi
 Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
1)  memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan,  isyarat, maupunhadiah terhadap keberhasilan peserta didik,
2)   memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplo­rasi dan elaborasi peserta didik melalui ber­bagai sumber,
3)   memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,
4)   memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:
a)   berfungsi sebagai narasumber dan fasilita­tor dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan be­nar;
b)   membantu menyelesaikan masalah;
c) memberi acuan agar peserta didik dapatmelakukan pengecekan hasil eksplorasi;
d)   memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;
e)   memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.
3.     Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
a.   bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran;
b.   melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsis­ten dan terprogram;
c. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
d.   merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layan­an konseling dan/atau memberikan tugas balk tu­gas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
e.   menyampaikan rencana pembelajaran pada per­temuan berikutnya.
Kendati dalam Permendiknas tersebut dengan jelas merinci tahapan-tahapan pembelajaran, namun dalam implikasinya masih banyak guru-guru belum paham dalam mengintegrasikan model-model pembelajaran kedalam tiga tahapan pembelajaran. Permasalahan yang sering penulis temukan diantaranya : 1) RPP yang digunakan adalah hasil adopsi tanpa ada proses adaptasi (mungkin adaptasi sebatas nama kepala sekolah, nama guru mata pelajaran, dan nama sekolah), 2) guru belum memahami model-model pembelajaran inovatif, 3) guru terbiasa dalam zona nyaman (guru beranggapan kegiatan pembelajaran begitu-begitu saja), dan 4) guru kurang memahami tuntutan KTSP.
Mengawali jenis-jenis model pembelajaran kooperatif (cooperative learning), terlebih dulu dibahas mengenai strategi pembelajaran dan istilah-istilah yang terkait.  Suastra (2009) memberikan batasan tentang strategi, model, metode, dan teknik pembelajaran sebagai berikut.
1.      Strategi pembelajaran adalah ilmu dan kiat di dalam memanfaatkan segala sumber yang dimiliki dan atau yang dapat dikerahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.      Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merancanakan dan kegiatan pembelajaran. Joyce & Weill (dalam Suastra, 2009) mengemukakan bahwa, setiap model pembelajaran dicirikan dengan adanya : sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dan dampak instruksional dan pendukung.
3.      Metode pembelajaran adalah cara kerja yang bersifat relatif umum yang sesuai untuk mencapai tujuan. Misalnya metode ceramah, metode diskusi, metode demonstrasi, dan lain-lain.
4.      Teknik pembelajaran adalah menunjuk pada ragam khas penerapan suatu metode tertentu sesuai dengan latar penerapan tertentu, seperti kemampuan dan kebiasaan guru, ketersediaan peralatan, kesiapan siswa, dan sebagainya.
Sementara itu Wina Sanjaya (2007) mendifinisikan strategi pembelajaran dan istilah-istilah yang berkaitan sebagi berikut. (1) Pendekatan (approach) adalah istilah yang lebih umum dari strategi pembelajaran. Roy Killen (dalam Wina Sanjaya, 2007) ada dua jenis pendekatan yang dapat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran yaitu pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (teacher- centered approaches and students-centered approaches). (2) Model pembelajaran (models of teaching) adalah hal-hal yang dilakukan guru yang menyangkut empat hal pokok, yaitu : sintaks, sistem sosial, prinsip-prinsip reaksi, dan sistem penunjang. Terkait dengan model pembelajaran, Joyce (dalam Wina Sanjaya, 2007) mengelompokkan model mengajar menjadi empat kelompok, yaitu : kelompok model pemrosesan informasi, kelompok model pribadi, kelompok model sosial, dan kelompok model tingkah laku.

Tuesday 13 August 2013

Saturday 10 August 2013

PROPOSAL TESIS


PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF  TIPE STAD DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP HASIL BELAJAR IPS SISWA  KELAS 4 SD GUGUS III UDAYANA KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA

 Oleh
Gst Made Suartawan,M.Pd

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Penelitian
Proses untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang merupakan sasaran pembangunan saat ini dan merupakan tanggung jawab seluruh mayarakat dan bangsa Indonesia adalah pendidikan. Hal ini relevan dengan undang-undang no 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional yang menyatakan bahwa fungsi pendidikan adalah  untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Perlu disadari bahwa dengan semakin pesatnya perkembangan dan perubahan sebagai akibat dari terjadinya globalisasi di hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat, seharusnya menjadi dasar pijak keharusan untuk memikirkan dan mereformulasi ulang tentang sistem dan pola pelaksanaan pendidikan. Bagaimanapun juga sebuah sistem pada suatu masa akan sangat sesuai akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa sistem tersebut akan sangat tertinggal dan tidak dapat memenuhi tuntutan perubahan yang terjadi kemudian.
Realitas di Indonesia membuktikan bahwa ada kecenderungan tidak seimbanganya antara penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas dengan laju perubahan yang terjadi. Hal tersebut kemudian berakibat pada terjadinya distorsi antara kebutuhan tenaga yang memiliki keahlian, keterampilan dan kompotensi tertentu yang tidak mampu disiapkan dari lembaga pendidikan terhadap tingkat kebutuhan sumber daya manusia di masyarakat. Padahal pemenuhan terhadap kebutuhan tersebut seharusnya didapatkan dari out put lembaga pendidikan yang ada. Perubahan drastis dari orde Baru menjadi orde reformasi seharusnya menjadi pijakan dasar keharusan pendidikan untuk melakukan reorientasi ulang terhadap sistem dan pola pelaksanaan pendidikan nasional. Asumsi tersebut didasarkan pada kecenderungan rendahnya penyiapan sumber daya manusia dengan tingkat kebutuhan di masyarakat. Lebih sfesifik bahwa lembaga pendidikan di Indonesia cenderung mengalami penurunan dari segi kualitas dan meningkat dari segi kuantitas. Sehingga dibutuhkan adanya upaya untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan, khususnya pendidikan dasar  sebagai pijakan awal pendidikan di Indonesia.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengantarkan umat manusia pada abad globalisasi. Pada era globalisasi batas-batas geografis negara menjadi kabur. Batas-batas peradaban menjadi benturan antar peradaban. Konflik antar peradaban merupakan fase akhir dalam evolusi konflik dunia modern. Kemajuan iptek telah mempendek jarak dan waktu demikian kuatnya. Kejadian di suatu tempat lokal, sudah menjadi bagian lokalitas lintas bangsa dan benua. Ekses globalisasi telah merambah berbagai lini kehidupan umat manusia, entah itu politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk juga pendidikan.  Pendidikan IPS yang selama ini terkesan jalan di tempat, masih belum mendapatkan posisi yang membanggakan di tengah arus globalisasi. Menghadapi fenomena ini, Pendidikan IPS idealnya harus responsif dan menata diri berhadapan dengan globalisasi. Melalui pembelajaran IPS diharapkan mampu dikembangkan aspek pengetahuan dan pengertian (knowledge and understanding), aspek sikap dan nilai (atitude and value), dan aspek keterampilan (skill). Untuk skala Indonesia, maka tujuan IPS khususnya pembelajaran IPS pada jenjang sekolah dasar sebagaimana tecantum dalam Kurikulum IPS-SD Tahun 2006 adalah agar peserta didik mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna bagi dirinya dalam kehidupannya sehari-hari. Ilmu pengetahuan sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya, yaitu lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dan dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya. Keterjangkauan materi mata pelajaran IPS sering dianggap “over load” (tanpa seleksi dan adaptasi) dan sering diidentikan dengan pelajaran hafalan, sehingga, kerap kali menghalangi siswa untuk belajar efektif.
            Atas berbagai pengalaman dilapangan bahwa penyebab hambatan belajar pada siswa sangat kompleks sehingga permasalahan yang timbul juga kompleks seperti: model atau metode pembelajaran, masalah motivasi belajar siswa, bagaimana terhadap kelompok siswa yang punya kemampuan dan motivasi rendah serta bagaimana terhadap kelompok yang punya kemampuan tinggi dan motivasi tinggi dan lain lain, yang pada akhirnya sebagai tolok ukur adalah hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran.
            Dan itu pula terjadi pada siswa kelas 4 SD di Gugus 3 Udayana Kecamatan mendoyo tentang masalah/ kendala yang masih dirasakan terutama pada pembelajaran IPS beberapa yang dapat dikemukakan seperti; 1). faktor kekuasaan, 2). masukan, bisa dilihat dari keberadaan guru yang berkaiatan dengan kompetensi yang semestinya dimiliki oleh seorang guru, misalnya penggunaan model/metode mengajar dan lain lain, sedangkan untuk siswa seperti mutu rendah yang bisa dilihat dari rata rata hasil ujiannya, 3). dalam hal proses adanya motivasi yang kurang sehingga siswa sering mengabaikan pembelajaran termasuk hasil belajar, kurang disiplin 4). Demikian pula dalam hal sarana yang selalu diupayakan yang diharapkan suatu ketika bisa optimal,  satu dengan lainnya saling mempengaruhi yang bermuara pada hasil belajar rendah.
Mengingat kompleknya permasalahan yang berkaitan dengan hasil belajar tersebut, peneliti tidak akan mungkin menjangkau semua permasalahan yang muncul. Sehingga perlu pencermatan terhadap permasalahan  yang kiranya lebih urgen memungkinkan satu pemecahan terhadap masalah yang  dihadapi dengan pemanfaatan model pembelajaran inovatif salah satunya adalah pembelajaran Kooperatif tipe STAD. Model pembelajaran Kooperatif dipandang sebagai model pembelajaran yang efektif, khususnya pada pembelajaran IPS, karena penerapan model pembelajaran kooperatif  terdiri atas siklus pembelajaran yang membawa siswa pada suasana kerja sama yang diharapkan  yaitu sebuah kondisi belajar yang kondusif dan mendukung kebutuhan belajar siswa. Ini terbukti dari beberapa hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh : Sumarningsih, 2011. tesis : Pengaruh penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD  terhadap hasil belajar IPA SD kelas 5 Gugus 5 Kecamatan. Pengaruh penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD  terhadap hasil belajar IPA SD kelas 5 Gugus 5 Kecamatan penebel
Kelebihan model pembelajaran Kooperatif STAD. Kelebihan model pembelajaran Kooperatif STAD Menurut Davidson (dalam Raharjo ,  2007:26) :          
a)      Meningkatkan kecakapan individu
b)      Meningkatkan kecakapan kelompok
c)      Meningkatkan komitmen
d)     Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya
e)      Tidak bersifat kompetitif
f)       Tidak memiliki rasa dendam

             Disamping penggunaan model pembelajaran, juga secara khusus akan dilihat tentang faktor “ Motivasi Belajar “ (Anita,2002, 102). Sebab motivasi dalam diri dari setiap individu itu berbeda, maka hasil belajar antara individu yang satu dengan yang lainnya kana berbeda . Motivasi yang satu dengan yang laiinya berbeda akna tergambar sejauh mana prestasi yang dimiliki oleh setiap  individu. Apakah motivasinya rendah sehingga  hasilnya rendah, dan rendah pula prestasi yang dimiliki oleh siswa, dan sebaliknya. Sehingga bagaimana peserta didik dalam pembelajaran itu memperoleh  hasil yang lebih maksimal terhadap penguasaan kompetensi sesuai dengan indicator yang ditentukan.

1.2   Identifikasi Masalah.
        Berdasarkan latar belakang di atas, bahwa ada berbagai dimensi yang mempengaruhi pelaksanaan pendidikan dalam rangka mencapai pendidikan yang memiliki mutu berkualitas. Analisis atas perkembangan pendidikan di Indonesia, sejak dulu hingga sekarang, membuat pada kesimpulan bahwa terdapat beberapa permasalahan yang harus dicermati untuk penyelenggaraan pendidikan terutama dalam persaingan global yang semakin ketat.
        Secara konsep yang umum dikemukakan dan beberapa telah diuraikan bahwa beberapa permasalahan pendidikan mencakup variabel-variabel yang sangat luas, yang meliputi variabel masukan (Input), proses (process), dna keluaran (output dan learning outcomes). Variabel masukan meliputi masukan mentah (seperti siswa) dan masukan instrumental (seperti guru, kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan). Variabel proses meliputi strategi dan metode pembelajaran serta  system evaluasi. Variabel keluaran atau hasil belajar (learning Outcomes), menurut Trianto (2007, 44) meliputi lima kemampuan antara lain : keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi ferbal, keterampilan gerak dan sikap.
Oleh karena permasalahan pendidikan mencakup aspek-aspek yang sangat luas dan kompleks, baik yang  mencakup aspek masukan, proses maupun keluaran, maka permasalahan disini akan dilihat dari beberapa hal yang berkaitan dengan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa, baik rendah maupun tinggi adalah merupakan  cerminan dari keberhasilan sebuah pembelajaran. Terutama terhadap hasil belajar siswa yang rendah, pada akhirnya merupakan  hambatan/ tantangan yang semestinya dicarikan solusinya.
Disebut juga (Sukadi, 2007, 107) bahwa faktor kesulitan belajar siswa dikategorikan menjadi dua macam yaitu : bersumber dari kelemahan kelompok siswa secara keseluruhan dan kelemahan yang bersumber dai individu  siswa itu sendiri.
Kesulitan belajar yang bersumber dari kelemahan secara kelompok dapat disebabkan  oleh : (1) kondisi sekolah yang kurang memadai, (2) manajemen kelasd an sekolah yang kurang sesuai dan (3) letak sekolah yang terlalu terisolis atau terganggu oleh kesibukan lain.
        Kondisi sekolah yang kurang baik/ memadai biasanya dapat diakibatkan oleh : (1) kualifikasi guru yang kurang memenuhi syarat baik dari pendidikannya maupun pribadinya, system belajar mengajar yang diterapkan, (2) model, metode dan teknik  belajar mengajar yang dipakai, dan (3) bahan dan sumber belajar yang langka atau ketinggalan jaman. Kesulitan belajar dari kelemahan individu siswadapat berupa kelemahan dalam bidang studi / mata pelajaran tertentu atau secara  keseluruhan  atau sebagian besar dari prestasinya. Semua kelemahan ini berasal dari kelemahan intelektual, emosional, kebiasaan belajar, perlakuan guru terhadap siswa dan sebagainya.
Pelajaran IPS sering dianggap Over Load dan sering diidentikan dengan pelajaran hafalan sehingga kerapkali menghalangi siswa untuk belajar efektif. Atas berbagai pengalaman di lapangan bahwa penyebab hambatan belajar pada siswa sangat kompleks sehingga permasalahan yang timbul juga kompleks seperti model atau metode pembelajaran, masalah motivasi  belajar siswa, bagaimana  terhadap kelompok siswa  yang mempunyai kemampuan tinggi dan motivasi tinggi dan lain-lain yang pada akhirnya sebagai tolak ukur adalah hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran. Hal tersebut pula yang terjadi pada pembelajaran IPS siswa kelas 4 Gugus III Udayana kecamatan mendoyo yang dapat dikemukakan sebagai berikut  seperti : 1) masukan, bisa dilihat dari keberadaan guru, misalnya penggunaan model/ metode mengajar dan lain-lain, sedangkan  untuk siswa  seperti mutu  rendah yang bisa dilihat dari rata-rata hasil belajarnya, 2) dalam hal proses adanya motivasi yang kurang sehingga siswa sering mengabaikan pembelajaran termasuk hasil belajar, kurang disiplin, 3) demikian pula dalam hal sarana yang selalu diupayakan diharapkan suatu ketika bias optimal, satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi  yang bermuara pada hasil belajar yang rendah dengan nilai setiap ulangan harian mata pelajaran IPS adalah 5,6 (KKM 6,0).
        Mengingat kompleksnya permasalahan yang berkaitan dengan hasil belajar tersebut, peneliti tidak akan mungkin menjangkau semua permasalahan yang muncul. Sehingga perlu pencermatan terhadap permasalahan yang kiranya lebih urgen memungkinkan satu pemecahan terhadap masalah yang dihadapi

1.3  Pembatasan Masalah
        Berdasarkan analisis tersebut nampaknya permasalahan pendidikan yang terjadi di Gugus III Udayana Kecamatan Mendoyo dipengaruhi oleh berbagai dimensi yang saling berkaitan. Didasari akan kompleksnya masalah pendidikan yang terjadi di gugus ini, dan juga karena keterbatasan waktu, kemampuan peneliti dan biaya penelitian serta lebih memfokuskan penelitian, maka dalam rangka usaha meningkatkan hasil belajar siswa dalam penelitian ini akan difokuskan  pada upaya pengujian model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam pembelajaran IPS siswa kelas 4 Gugus 3 Udayana Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana Bali dan agar penelitian ini lebih akurat maka permasalahan dibatasi hanya pada hal-hal berikut : (1) pengaruh penerapan pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, (2) aspek motivasi berprestasi,(3) aspek hasil belajar IPS untuk mengukur capaian/ hasil belajar  siswa kelas 4 Gugus 3 Udayana Kecamatan Mendoyo

1.4   Rumusan Masalah
        Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah tersebut di atas, maka selanjutkan akan dikemukakan rincian masalah pokok yang ingin dicarikan solusinya, sehingga dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
a)Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti model pembelajaran  Kooperatif Tipe STAD dengan siswa  yang mengikuti model pembelajaran konvensional.
b)      Apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar.
c)Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS siswa yang mengikuti model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran Konvensional, pada siswa yang bermotivasi tinggi.
d)     Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS siswa yang mengikuti model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran Konvensional, pada siswa yang bermotivasi rendah.





1.5   Tujuan Penelitian
              Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah ditetapkan di atas, maka dalam hal ini  dikemukakan tujuan penelitian yang dapat dirumuskan sebagai berikut.
a)Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti model pembelajaran  Kooperatif Tipe STAD dengan siswa  yang mengikuti model pembelajaran konvensional.
b)      Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar.
c)Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPS siswa yang mengikuti model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran Konvensional, pada siswa yang bermotivasi tinggi.
d)     Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPS siswa yang mengikuti model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran Konvensional, pada siswa yang bermotivasi rendah.